Rabu, 04 September 2019

Candi Ceto Objek Wisata Bersejarah di Karanganyar

Karanganyar adalah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Sragen di utara,Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan,serta Kabupaten Boyolali,Kota Surakarta,dan Kabupaten Sukoharjo di barat.
Kabupaten Karanganyar memiliki banyak tempat pariwisata ,salah satu wisata bersejarah di Kabupaten Karanganyar yaitu Candi Ceto.


Candi Ceto merupakan candi yang bercorak agama Hindu yang diduga dibangun mada masa akhir kerajaan Majapahit atau sekitar abad ke-15 Masehi. Lokasi candi ceto ini berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggan 1496m di atas permukaan laut. letak candi ceto berada di Dusun Ceto,Desa Gumeng,Kecamatan Jenawi,Kabupaten Karanganyar. komplek candi ini digunakan masyarakat sekitar dan juga peziarah yang beragama Hindu untuk melakukan pemujaan. Candi ini Juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen.

SEJARAH SINGKAT CANDI CETO
Pada tahun 1842 Van de Vles membuat sebuah catatan ilmiah mengenai Candi Ceto. Kemudian ,A.J Bernet Kemppes melakukan penelitian terhadap apa yang telah disampaikan oleh Van de Vlies,Kemudia pada tahun 1928,Dinas Purbakala Hindia Belanda menemukan candi ini dalam keadaan terpendam. Kemudian,pemerinta Hindia Belanda meminta seseorang untuk menelitinya kembali.
Saat ditemukan,candi ini berbentuk reruntuhan dengan 14 teras yang memanjang dari barat hingga timur. Struktur yang berundak atau bertingkat di duga kuat merupakan kultur budaya Nusantara dengan Hiduismenya. Pemugaran candi pertama kali dilakukan pada tahun 1970 oleh Sudjono Humardani yang dahulu menjabat sebagai asisten Soeharto. Sudjono mengubah total struktur asli candi namun konsep punden berundak masih tetap dipertahankan

Pada teras pertama, terdapat gapura besar yang merupakan penambahan saat pemugaran dan dua arca penjaga. Naik ke teras kedua, dapat dijumpai petilasan Ki Ageng Kricingwesi. Ki Ageng Kricingwesi dipercaya sebagai leluhur masyarakat Dusun Ceto.
Di teras ketiga, terdapat batu mendatar yang disusun membentuk kura-kura raksasa. Kura-kura ini diperkirakan merupakan lambang Majapahit yang disebut surya Majapahit. Selain itu, ada pula simbol phallus (alat kelamin pria) sepanjang 2 meter. Kura-kura merupakan lambang penciptaan alam semesta, sedangkan phallus merupakan lambang penciptaan manusia. Selain itu, di teras ini juga terdapat penggambaran hewan-hewan atau disebut juga sengkalan memet yang merupakan catatan dimulainya pembangunan candi ini.
Naik ke teras keempat, terdapat relief yang memuat cuplikan kisah Samudramanthana dan Garudeya. Adanya cuplikan dua kisah ini juga menguatkan asumsi fungsi Candi Cetho sebagai tempat peruwatan. Sementara, pada teras kelima dan keenam, terdapat bangunan berupa pendapa yang sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya upacara-upacara keagaamaan. Pada teras ketujuh, terdapat dua arca di sisi utara dan selatan. Arca tersebut adalah arca Sabdapalon dan Nayagenggong. Menurut kepercayaan, Sabdapalon dan Nayagenggong merupakan penasihat spiritual Prabu Brawijaya V.
Di teras kedelapan, terdapat arca phallus yang disebut “kuntobimo” dan arca Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa. Sementara, teras yang terakhir merupakan tempat pemanjatan doa. Teras kesembilan ini tidak dibuka setiap saat. Pada tangga masuknya, terdapat gerbang yang dikunci. Gerbang baru dibuka pada acara-acara khusus, seperti sembahyang.
Candi ini buka setiap hari, dari jam 09.00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB. Harga tiket masuk sebesar Rp3.000 untuk wisatawan domestik dan Rp10.000 untuk wisatawan mancanegara.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar